The Godfather dan Etika Menyikapi Musuh

Hasanuddin Arbi
4 min readJun 17, 2019

--

Saya punya dua pengakuan atas film The Godfather yang disutradarai oleh Francis F. Coppola. Pertama, film ini membuka pengetahuan baru saya tentang dunia kriminal khususnya mafia, yaitu jaringan atau relasi kuat dengan pemerintah dapat mewujudkan kejahatan yang dimaklumkan. Kedua, film ini secara subjektif menunjukkan kepada saya bahwa pengkhianatan adalah perbuatan yang tak bisa dimaafkan dan musuh adalah seorang teman yang sedang ngambek.

Kali ini, saya akan mengenalkan Film The Godfather secara ringkas supaya terkesan akademis: seperti orang-orang terpelajar yang menguraikan tulisan dengan sistematis. Tetapi saya tidak terlalu ilmiah karena bagi saya, bahasa ilmiah terkesan kaku, membosankan, dan sangat membatasi keindahan bahasa. Oleh karena itu, saya akan lebih leluasa dengan membumbui tulisan ini menggunakan unsur puitik. (sebenarnya bagian ini dapat dilewati loh..hehe)

Film The Godfather merupakan film yang diangkat dari novel Mario Puzo dengan judul yang sama. Film ini memiliki tiga sekuel atau season. Alur ceritanya, pada part satu adalah maju, part dua campuran (maju-mundur), dan part tiga maju. Film ini berkisah tentang dunia kriminal atau mafia dengan fokus cerita terhadap Keluarga Corleone. Keluarga Corleone berasal dari Italia, keturunan Sisilia yang terpaksa menjadi diaspora di Amerika Serikat. Vito Andolini adalah pendiri Keluarga Corleone. Ia adalah anak yatim piatu yang kabur ke Amerika karena keluarganya di Sisilia telah dibunuh oleh Mafia Italia. Namun, kisah tentang Vito baru akan dibahas pada part kedua. Di part satu, Vito adalah Don Corleone (sebutan kepala keluarga) yang dianggap sebagai Godfather bagi bawahan-bawahannya. Generasi baru dari keluarga Corleone yang menggantikan Vito adalah anaknya, Michael Corleone. Ia adalah tokoh utama penentu masa depan Keluarga Corleone.

Dalam dunia Mafia, relasi dengan pemerintahan adalah kekuatan terbesar dalam menjaga stabilitas. Keluarga Corleone memiliki relasi yang erat dengan berbagai pejabat pemerintahan untuk melangsungkan bisnis-bisnis gelap. Don Corleone I (Vito Corleone) bagi saya adalah perwujudan pemimpin yang cerdas, sadis, waspada, dan matang dalam mengambil keputusan. Saya menyukainya. Suaranya yang khas dengan nada yang tak lantang membuatnya berwibawa dan pantas dengan setelan jas hitam serta gestur tubuh yang bagai pesulap mampu menembus pertahanan sekuat apapun. Prinsipnya adalah tidak mau terlihat bodoh dengan mengutamakan emosi daripada logika.

Tradisi keluarga Corleone yang menjadi Don atau pemimpin selalu matang dalam pengambilan keputusan dan pengungkapan seorang pengkhianat. Setelah wafatnya Don Corleone I, Michael menjadi Don Corleone II untuk meneruskan kejayaan keluarga. Ia hampir mewakili segala yang ada pada Vito, yaitu cerdas, sadis, matang dalam mengambil keputusan, hati-hati, dan mengutamakan keluarga. Tetapi ia lebih brutal dan tak kenal ampun. Keluarga Corleone disegani hampir di seluruh Amerika. Di bawah tangan Don Corleone II, pengkhianatan lebih tabu dari pemerkosaan antarsaudara. Bahkan ia tidak segan membunuh saudara kandung sendiri yang berkhianat terhadap keluarga. Pengkhianat seperti penyakit yang menggerogoti tubuh dari dalam. Merusak dan menghancurkan masa depan. Karena itulah seorang pengkhianat tak bisa dimaafkan dan dibiarkan hidup berdampingan meski ia telah mengakui kesalahan. Dan yang saya sukai dari Keluarga Corleone adalah di atas meja makan ketika sedang makan bersama, bisnis atau persoalan tentang pekerjaan mafia tidak diperbolehkan untuk dibahas. Jadi makanan lebih nikmat untuk dinikmati.

Etika kepada musuh merupakan kekuatan khusus dari keluarga Corleone untuk menumbangkan keluarga mafia lain. Di antara keluarga-keluarga mafia yang ada di Amerika, selalu ada pengkhianat. Kesepakatan hanyalah formalitas ketika berhadapan, sedangkan di belakang mereka saling menusuk dan berkoalisi untuk meruntuhkan kejayaan sebuah keluarga. Don Corleone selalu rasional dan berusaha dingin untuk menghadapi musuh-musuhnya. Ia berkata, “Buatlah temanmu dekat, tapi musuhmu lebih dekat lagi.” Hal itu diwujudkan dengan tindakan kreatif dalam mendekati musuhnya sebagai teman agar dapat memandang sekitar seperti musuhnya. Saya tak habis pikir ketika ia telah mengetahui dalang dari penembakan sadis di kediamannya, tetapi memilih tetap datang ke rumah musuhnya untuk meyakinkan bahwa bisnis mereka dan hubungan baik tetap terjalin seperti sedia kala. Don Corleone I mengadakan pertemuan dengan semua musuhnya untuk mengakhiri perang dengan berbicara secara logis. Meski ia telah kehilangan anak pertamanya yang dibunuh atas pengkhianatan oleh suami dari anak perempuannya. Hebatnya, ia tak pernah ingin menjalin bisnis narkoba karena baginya, bisnis itu akan menghancurkan keluarganya di masa depan.

Selain itu, Don Corleone II selalu marah ketika ada anggota keluarganya yang membenci musuhnya. Katanya, “Jangan membenci musuhmu. Itu mempengaruhi penilaianmu.” Sangat masuk akal. Bayangkan, saat kamu membenci seseorang, segala yang melekat di badannya, atau yang bertebaran dari mulutnya ketika berbicara, atau langkah kaki serta tindak lakunya, dan segalanya adalah buruk, salah. Kelemahanmu di situ, kamu akan disingkirkan dengan mudah oleh musuhmu. Karena itu, Don Corleone melarang untuk membenci musuh agar kamu bisa memahami rencana, siasat, atau kemungkinan-kemungkinan yang ia pilih untuk menghancurkanmu. Anggaplah ia teman dan jangan membencinya. Maka kamu akan memiliki sudut pandang yang sama dengannya, akan mengetahui bagaimana ia memandangmu, orang-orang di sekitarmu, dan menjatuhkanmu sehingga kamu dapat mengantisipasinya sebelum ia melangkah lebih jauh.

Itu hanyalah interpretasi pribadi saya atas film luar biasa tersebut. Kadang-kadang saya berpikir mafia adalah orang-orang yang teguh memegang prinsipnya dalam menjalin relasi dan kokoh dalam pendiriannya. Pengkhianatan atau ingkar janji merupakan beban dosa yang diganti dengan nyawa karena kepercayaan melingkupi semesta yang vertikal. Dan musuh selalu kawan yang tak perlu dibenci berlebihan hingga ke tulang-tulang. Sebab pada akhirnya, kita akan paham bagaimana menyikapi orang-orang pendendam yang menyimpan bom waktu di tubuh mereka. Bom itu akan meledak ketika mereka dikelabui atau kehilangan objek untuk dilampiaskan. Dan itu lebih membunuh dari jatuh cinta yang tak terucapkan. Sekian.

--

--